Halaman

Jumat, 04 Maret 2011

Hukum wanita yang bekerja

Pertanyaan: apa hukum wanita yang bekerja menurut syariat Islam? Yang saya maksud bekerja diluar rumah, sebagaimana pekerjaan laki-laki, apakah diperbolehkan bagi wanita bekerja dan menghasilkan uang dalam kehidupan bermasyarakat? Atau seharusnya bagi wanita hanya menetap dalam rumah dan tidak mengerjakan sesuatu kecuali dalam sudut rumahnya saja? Selama ini kita mendengar bahwa Islam sangat memuliakan wanita, dan memberikan hak-haknya selayaknya kaum lelaki. Bukankah pekerjaan termasuk dari hak wanita yang pantas ia lakukan?
Maka kami ingin mengetahui batasan-batasan agama bagi pekerjaan wanita yang diperbolehkan, yang mana seorang wanita bisa mencari penghasilan dunia tanpa melanggar batasan agamanya.
Jawab: wanita adalah seorang manusia, layaknya seorang lelaki, wanita adalah bagian dari lelaki begitu juga sebaliknya, sepeti tercantum dalam Al-Qur'an: "sebagian kalian adalah sebagian yang lain" QS: Ali Imron 195. Dan sifat manusia sebagai makhluk hidup adalah mencari bekal bagi kehidupannya.
Allah SWT. Menciptakan manusia untuk beramal dan bekerja, dan tidaklah manusia diciptakan kecuali untuk diuji siapa yang paling baik amalnya, maka seorang wanita juga punya kewajiban seperti lelaki yang punya kewajiban, dan akan mendapatkan ganjaran setiap amal-amalnya firman Allah SWT. :"Barang siapa yang beramal sholeh baik lelaki atau wanita dan dia seorang yang beriman maka kami akan memberinya kehidupan yang baik". QS: An-Nahl 97.
Dan wanita –seperti sering dikatakan- adalah setengah dari manusia, dan tidak dapat dibayangkan apabila Islam mematikan kinerja setengah dari kumpulan manusia tersebut, dan memberi ketetapan pada bagian tersebut untuk diam dan membeku, dan tidak mengambil kebaikan dari hasil kinerjanya, sehingga Islam tidak mendapatkan manfaat darinya.
Pekerjaan wanita yang paling utama dan penting  yang tidak pernah menjadi perdebatan adalah membina generasi umat, yang mana Allah SWT. telah menyiapkannya baik secara fisik maupun mental, dan jangan sampai terlalaikan dari pekerjaan tersebut apapun alasannya, karena tidak ada yang bisa menggantikan perananan wanita dalam pekerjaan ini yaitu mendidik generasi umat, yang mana masa depan umat bergantung padanya.
Seorang penyair bernama An-Nail Hafidz Ibrohim berkata:
Seorang ibu layaknya sebuah sekolah bila sedang menyiapkannya
                                                                  Menyiapkan asas masyarakat yang baik.
Pekerjaan wanita itu diantaranya seperti pembinaan dalam rumah tangga, menyenangkan hati suaminya,dan membangun keluarga yang bahagia dengan asas sakinah mawaddah dan rahmah, ada suatu riwayat yang mengatakan: kesetiaan seorang istri pada suaminya termasuk jihad di jalan Allah.
Tetapi ini semua tidak berarti bahwa pekerjaan wanita diluar rumah haram secara syariah, karena tidak boleh menghukumi sesuatu kecuali dengan teks syariat yang shohih dan jelas, karena asal hukum suatu pekerjaan adalah mubah sebagaimana yang telah kita ketahui.
Atas dasar ini kita dapat menyimpulkan sesungguhnya pekerjaan wanita diluar rumah pada asalnya diperbolehkan, bahkan terkadang wajib ketika sangat dibutuhkan, contohnya seorang janda atau wanita yang diceraikan suaminya dan tidak ada seorang pun yang membiayai atau menyantuni kehidupannya, dan dia mampu untuk bekerja menghasilkan uang.
Atau ketika keluarganya membutuhkan tenaganya, seperti membantu suaminya yang bekerja, mendidik anak-anak dan saudara-saudaranya yang masih kecil, atau membantu orang tuanya yang sudah udzur, sebagamana kisah dua anak wanita seorang syeikh yang tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-Qashash ketika keduanya membantu orang tuanya menggembala kambing. "kedua wanita itu berkata kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang orang tua kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya". QS: Al-Qashash 23.
Dan juga telah diriwayatkan Asma binti Abu Bakar RA. Juga membantu suaminya Zubair bin Awam menggembala kuda-kuda, menumbuk biji-bijian, bahkan membawanya diatas kepala dari kebunnya di sepanjang perjalanan di kota Madinah.
Masyarakat  membutuhkan tenaga wanita contohnya dokter wanita yang dibutuhkan untuk menangani pasien wanita, pengajar bagi pelajar wanita, dan sekitarnya dalam hal-hal yang khusus bagi wanita. karena lebih diutamakan wanita berhubungan dengan sesama wanita daripada dengan lelaki.
Walaupun boleh bagi lelaki berhubungan dengan wanita dalam keadaan darurat, dan bila dibutuhkan secukupnya saja.
Wanita boleh bekerja diluar rumah dengan sarat-sarat sebagai berikut:
1.       Pekerjaannya halal dan diperbolehkan oleh agama, dengan arti bukan pekerjaan yang haram, seperti menjadi pembantu bagi lelaki yang masih bujang, bekerja yang berhubungan dengan benda yang memabukan, menjadi penari dihadapan umum, bekerja di bar mengantarkan minuman keras yang mana Rasulullah SAW. Melaknat penuang minumnya, yang membawanya, dan yang menjualnya, atau sebagai pramugari yang harus menyediakan minuman keras, berpergian jauh tanpa muhrim dan harus tinggal di negara asing sendiri, atau sekitarnya pekerjaan-pekerjaan yang dilarang Agama bagi wanita khususnya atau terlarang bagi wanita dan laki-laki.
2.       Seorang wanita muslimah harus berpegang teguh dengan adab-adab sebagai seorang muslimah apabila keluar dari rumahnya dalam gerak-geriknya, berjalan atau berbicara. "katakanlah pada wanita-wanita yang beriman agar menundukan matanya dan menjaga kemaluannya, dan tidak menampakan perhiasannya kecuali yang biasa tampak darinya" QS: An-Nur31, "dan hendaknya mereka (wanita-wanita yang beriman) tidak memukul-mukulkan kakinya agar tampak perhiasan yang tersembunyi darinya" QS: An-Nur31, "dan janganlah kamu tunduk dalam berbicara (berlembut-lembut) sehingga berkeinginanlah orang yang berpenyakit dalam hatinya (beniat yang bukan-bukan).QS: Al-Ahzab 32.
3.       Jangan sampai pekerjaannya diluar rumah melalaikan dari pekerjaannya yang utama yang tidak boleh ditinggalkan, seperti kewajiban kepada suaminya dan anak-anaknya dan itulah kewajibannya yang paling utama.
Terjemahan dari kitab fatawa muashiroh karangan syeikh Yusuf Al-Qordhowi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar