Halaman

Rabu, 09 Maret 2011

Hukum Daging Impor dari Luar Negeri


Dengan menyebut dan memuji nama Allah SWT. salawat dan salam kepada Rasulullah SAW. sekeluarga berikut para sahabatnya.
Pada dasarnya, asal hukum daging hewan dan unggas adalah haram kecuali telah disucikan secara syariat, dengan kata lain menghilangkan nyawa binatang tersebut dengan sembelihan yang diajarkan sesuai tuntunan syariat Islam. Adapun sang penyembelih haruslah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), dan yang disembelih hewan yang dagingnya halal dimakan.


Sarat-sarat daging yang boleh dimakan ada tiga:
Sarat pertama: daging dari hewan yang halal dimakan seperti: sapi, kambing, onta, kelinci, ayam dan lainnya. Tidak dari hewan yang tidak boleh dimakan, yang telah disepakati keharamannya seperti: babi, anjing, keledai, maka memakan hewan tersebut haram hukumnya. Adapun hewan yang para ulama' berselisih pendapat tentang hukum kehalalannya, maka mayoritas ulama' menghukuminya haram, dan lebih baik meninggalkannya, daging tersebut contohnya: harimau, macan, serigala, monyet, beruang.
 Sarat kedua: menyembelih hewan pada lehernya apabila mampu dikerjakan, atau dengan cara apapun yang bisa menghilangkan nyawa hewan itu, apabila tidak mampu menyembelih pada lehernya, seperti dalam keadaan berburu, maka kesimpulannya hewan yang akan dimakan harus dengan salah satu dari tiga cara: dabh, nahr, aqor. Dabh adalah: menyebelih hewan di bagian atas lehernya. Nahr adalah: menyembelih hewan dari bagian bawah lehernya, dan kedua cara tersebut biasa digunakan pada penyembelihan unta, kedua cara diatas berdasarkan dari hadist Nabi SAW." sesungguhnya mensucikan (daging hewan) di bagian atas lehernya dan bagian bawah lehernya".
 Dan aqor (biasa disebut penyembelihan dengan cara darurat) adalah membunuh hewan dengan cara apapun yang bisa menghilangkan nyawanya, cara seperti ini diterapkan bagi hewan yang sulit untuk disembelih, dan adanya ketidak mampuan untuk menyembelih dengan dua cara nahr dan dabh, seperti hewan yang ingin diburu. Adapun hewan yang mudah dan dapat dikuasai maka telah disepakati tidak diperbolehkan membunuhnya untuk dimakan kecuali dengan disembelih. Dan dari ulasan diatas apabila ada hewan yang mati tidak dengan cara yang telah disebutkan maka dihukumi bangkai yang tidak boleh dimakan.
 Sarat ketiga: sang penyembelih haruslah seorang muslim atau ahlu kitab (yahudi dan nasrani), karena syariat telah membolehkan sembelihan dari keduanya. Allah SWT. berfirman: "makanan (sembelihan) yang diberikan ahli kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal pula bagi mereka". QS: Al-Maidah 5. Kata makanan dalam ayat disebutkan secara umum, termasuk didalamnya sembelihan mereka dan makanan-makanan halal yang dibuat oleh tangan mereka, mayoritas ahli tafsir dan ahli fiqih mengatakan bahwa maksud dari makanan dalam ayat diatas adalah sembelihan dan daging, karena disitulah tempat keraguan, adapun makanan lainnya maka jelas hukumnya halal sesuai hukum asalnya. Imam Ibnu Qudamah mengatakan: ahlu ilmi telah sepakat bahwa daging sembelihan ahlu kitab halal hukumnya.
Apabila disembelih oleh selain muslim dan ahlu kitab, seperti orang murtad, penyembah patung, atheis, atau majusi tidak halal daging sembelihannya. Imam Ar-Ramli dari golongan syafi'iyah mengatakan: apabila seorang fasik atau ahlu kitab mengabarkan bahwa hewan ini telah disucikan (disembelih dengan cara Islami) maka kami terima dagingnya karena mereka termasuk ahlu dzakah (yang bisa mensucikan daging). Alamah Thohir bin Asyur berkata: hikmah dari keringanan pada sembelihan ahli kitab dikarenakan agama mereka berasal dari langit yang juga mengharamkan benda-benda buruk, menjauhi barang najis, dan mereka mempunyai hukum-hukum agama yang harus dipatuhi, semua itu dikarenakan asalnya agama mereka juga dari wahyu tuhan, beda halnya dengan orang-orang musyrik lainnya dan para penyembah patung.

Setelah penjelasan sarat-sarat diatas, maka daging yang diimpor dari luar negeri, apabila tergolong dari daging yang halal dimakan, di sembelih dengan cara yang telah disebutkan, dan disembelih oleh muslim atau ahlu kitab, maka halal hukum daging tersebut. Dan cara mengetahui agama penyembelih adalah dengan perkiraan, seperti apabila mayoritas penduduk negara asal daging tersebut muslim atau nasrani misalnya, dan telah dikenal bahwa mereka menyembelih hewan itu.
Atau bisa dengan cara memberi tanda khusus "disembalih dengan cara Islami" , maka seperti perkataan imam Ar-Ramli diatas bahwa pernyataan tersebut bisa kita terima.

Namun apabila daging yang diimpor itu berasal dari negara yang mayoritas penduduknya tidak beragama Islam atau ahlu kitab, dengan kata lain mayoritas penduduknya penyembah patung atau orang musyrik, maka tidak diperbolehkan memakan daging itu. Begitu juga apabila daging yang diimpor merupakan daging yang tidak halal untuk dimakan, seperti: babi, anjing, keledai, maka tidak boleh memakan daging tersebut walaupun penyembelihnya seorang muslim.

Dan apabila daging yang diimpor tidak disembelih dan mati dengan cara lain seperti dengan sengatan listrik, tercekik dan semisalnya, dan kita mengetahui cara penyembelihan itu dengan pasti maka tidak boleh memakan daging seperti ini. Wallahua'lam.

Diterjemahkan dari kitab Al-bayan karangan syeikh Ali Jum'ah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar